Judul: DEAR JOHN
Sutradara: Lasse Hallstrom
Skenario: Jamie Linden Berdasarkan novel karya Nicholas Sparks
Pemain: Amanda Seyfried, Channing Tatum, Richard Jenkins
Film yang diangkat dari novel Nicholas Sparks biasanya membuat kita penuh curiga. Kita harus menyediakan sekotak tisyu karena tema Sparks akan melibatkan cinta dan kematian. Film Dear John nampaknya bukan hanya menjual nama Nicholas Sparks, tetapi juga dada six pack Channing Tatum yang dipasang dengan aktris serba bisa yang sedang naik daun Amanda Seyfried (Mamma Mia, Chloe, Letters to Juliette).
Tersebutlah John Tyree, seorang sersan yang bertugas dalam pasukan khusus AS. Film dibuka saat John tengah berjuang meraih hidup ketika peluru menghajar tubuhnya. Dan yang diingatnya saat-saat itu adalah koleksi koin sang Ayah yang bertaburan satu persatu.
Kita kemudian terlempar ke beberapa tahun sebelumnya ketika kali pertama John berkenalan dengan Savannah Lynn Curtis (Amanda Sefried), seorang mahasiswa yang mengisi libur musim semi dengan serangkaian pekerjaan sukarela. Wajah jelita dan hati emas Savannah langsung saja merenggut hati John. Hanya dalam beberapa hari, mereka jatuh cinta. Tapi tunggu dulu. Savannah ingin tahu latar belakang John. Dia ingin berkenalan dengan Ayah John (Richard Jenkins) yang sehari-hari sangat kikuk menghadapi orang, dan lebih tertarik mengurusi koleksi koin nya. Savammah yang biasa mengurus para penderita autistik langsung mengenli tanda-tanda itu; sementara John menyangkal kenyataan itu. Dramapun dimulai.
Perpisahan sejoli dimabuk cinta itu tak terelakkan. Savannah harus kembali ke kampus dan John harus ditugaskan ke tempat di seberang benua yang lokasinya harus dirahasiakan. Tapi mereka berjanji saling bersurat. Maka kita disajikan montase surat menyurat tradisional (oh, betapa rindunya kita melihat tinta pulpen, kertas surat, prangko dan amplop) dan kegiatan Savannah dan John selama perpisahan itu. Namun tragedi 9/11 terjadi. Pasukan John yang seharusnya selesai bertugas dengan heroik mengajukan diri untuk memperpanjang masa tugas di lapangan. Semula John ragu untuk ikut serta karena ia berjanji untuk pulang ke Amerika bertemu dengan kekasihnya. Ternyata, apa boleh buat. Dia pulang dan oh, sang kekasih sudah menikah. John akhirnya menerjunkan diri dalam pasukan khusus heroik itu.
Tentu saja ini bukan akhir dari cerita. Kita kemudian melihat komplikasi hubungan Savannah dengan suaminya (yang dinikahi lebih karena hatinya yang selalu ingin melindungi yang “lemah” dan betapa gampangnya penyelesaian film ini: memberi penyakit kanker pada sang suami) dan kenyataan bahwa Savannah sebetulnya masih sangat mencintai John. Jika kita sudah dengan ikhlas menerima cerita Nicholas Sparks yang selalu penuh sedu sedan, maka problem utama film ini sebetulnya akan pada seni peran Channing Tatum.
Dia seharusnya tampil sebagai tentara yang hemat kata dan membuang semua keresahannya ke dalam tubuhnya. Tetapi Tatum menafsirkan karakter itu dengan kekakuan dan ekspresi tunggal. Memang akhirnya Amanda Seyfried mengatasi adegan-adegan mereka, karena dia memang seorang aktris berbakat. Namun ternyata bintang dalam film ini adalah Richard Jenkins, sang ayah yang menderita autistik, yang sulit untuk berkomunikasi tapi kita bisa rasakan cintanya yang luarbiasa pada puteranya bahkan menembus layar. Dan jika airmata runtuh untuk film ini, justru bukan karena kisah cinta yang tak tergapai, tetapi karena sosok ayah yang mengucapkan cinta melalui keterbatasannya dengan cara yang merobek jiwa.
(Dari Tempointeraktif Edisi 6 Agustus 2010)
Sutradara: Lasse Hallstrom
Skenario: Jamie Linden Berdasarkan novel karya Nicholas Sparks
Pemain: Amanda Seyfried, Channing Tatum, Richard Jenkins
Film yang diangkat dari novel Nicholas Sparks biasanya membuat kita penuh curiga. Kita harus menyediakan sekotak tisyu karena tema Sparks akan melibatkan cinta dan kematian. Film Dear John nampaknya bukan hanya menjual nama Nicholas Sparks, tetapi juga dada six pack Channing Tatum yang dipasang dengan aktris serba bisa yang sedang naik daun Amanda Seyfried (Mamma Mia, Chloe, Letters to Juliette).
Tersebutlah John Tyree, seorang sersan yang bertugas dalam pasukan khusus AS. Film dibuka saat John tengah berjuang meraih hidup ketika peluru menghajar tubuhnya. Dan yang diingatnya saat-saat itu adalah koleksi koin sang Ayah yang bertaburan satu persatu.
Kita kemudian terlempar ke beberapa tahun sebelumnya ketika kali pertama John berkenalan dengan Savannah Lynn Curtis (Amanda Sefried), seorang mahasiswa yang mengisi libur musim semi dengan serangkaian pekerjaan sukarela. Wajah jelita dan hati emas Savannah langsung saja merenggut hati John. Hanya dalam beberapa hari, mereka jatuh cinta. Tapi tunggu dulu. Savannah ingin tahu latar belakang John. Dia ingin berkenalan dengan Ayah John (Richard Jenkins) yang sehari-hari sangat kikuk menghadapi orang, dan lebih tertarik mengurusi koleksi koin nya. Savammah yang biasa mengurus para penderita autistik langsung mengenli tanda-tanda itu; sementara John menyangkal kenyataan itu. Dramapun dimulai.
Perpisahan sejoli dimabuk cinta itu tak terelakkan. Savannah harus kembali ke kampus dan John harus ditugaskan ke tempat di seberang benua yang lokasinya harus dirahasiakan. Tapi mereka berjanji saling bersurat. Maka kita disajikan montase surat menyurat tradisional (oh, betapa rindunya kita melihat tinta pulpen, kertas surat, prangko dan amplop) dan kegiatan Savannah dan John selama perpisahan itu. Namun tragedi 9/11 terjadi. Pasukan John yang seharusnya selesai bertugas dengan heroik mengajukan diri untuk memperpanjang masa tugas di lapangan. Semula John ragu untuk ikut serta karena ia berjanji untuk pulang ke Amerika bertemu dengan kekasihnya. Ternyata, apa boleh buat. Dia pulang dan oh, sang kekasih sudah menikah. John akhirnya menerjunkan diri dalam pasukan khusus heroik itu.
Tentu saja ini bukan akhir dari cerita. Kita kemudian melihat komplikasi hubungan Savannah dengan suaminya (yang dinikahi lebih karena hatinya yang selalu ingin melindungi yang “lemah” dan betapa gampangnya penyelesaian film ini: memberi penyakit kanker pada sang suami) dan kenyataan bahwa Savannah sebetulnya masih sangat mencintai John. Jika kita sudah dengan ikhlas menerima cerita Nicholas Sparks yang selalu penuh sedu sedan, maka problem utama film ini sebetulnya akan pada seni peran Channing Tatum.
Dia seharusnya tampil sebagai tentara yang hemat kata dan membuang semua keresahannya ke dalam tubuhnya. Tetapi Tatum menafsirkan karakter itu dengan kekakuan dan ekspresi tunggal. Memang akhirnya Amanda Seyfried mengatasi adegan-adegan mereka, karena dia memang seorang aktris berbakat. Namun ternyata bintang dalam film ini adalah Richard Jenkins, sang ayah yang menderita autistik, yang sulit untuk berkomunikasi tapi kita bisa rasakan cintanya yang luarbiasa pada puteranya bahkan menembus layar. Dan jika airmata runtuh untuk film ini, justru bukan karena kisah cinta yang tak tergapai, tetapi karena sosok ayah yang mengucapkan cinta melalui keterbatasannya dengan cara yang merobek jiwa.