Patung Naga Singkawang. Wali Kota Singkawang Hasan Karman minta maaf terkait isi makalah yang ia buat dua tahun lalu yang dianggap menyinggung kelompok tertentu. "Kalau memang kemudian ada yang merasa tersinggung, saya minta maaf," kata Hasan Karman setelah rapat khusus dengan unsur Muspida Kota Singkawang di Kantor Bappeda, Minggu malam.
Namun, lanjut dia, isi makalah yang kemudian dianggap menyinggung kelompok tertentu tersebut bukanlah pernyataan pribadi. Menurut dia, kalau ia menyatakan bahwa Melayu perampok, di sebuah seminar dan secara tertulis, maka ia adalah orang yang paling bodoh. Ia mengacu ke sumber tertulis dalam menyusun makalah tersebut. "Bagi yang sudah baca, itu bukan pernyataan pribadi," katanya.
Hasan Karman juga siap mengklarifikasi dengan pihak yang berkeberatan asalkan disampaikan secara elegan. Sedangkan terhadap keberadaan tugu naga di persimpangan Jalan Kepol Mahmud dan Jalan Niaga, ia menegaskan bahwa tidak perlu izin pemerintah daerah. "Itu bukan tempat ibadah, sakral, bukan binatang sesembahan, hanya tugu," kata Hasan Karman.
Namun kalau izin yang dipermasalahkan, ia minta Sekda Kota Singkawang segera menerbitkan secepatnya. Ia berharap, tidak ada yang mempelesetkan segala ucapannya sehingga dapat disalahartikan pihak tertentu. Ia juga siap untuk berkunjung ke Keraton Sambas guna melakukan silaturahim namun belum ditentukan waktunya. Suasana Kota Singkawang, Jumat (28/5) sore, sempat mencekam karena aksi massa menuntut pembongkaran patung naga dan klarifikasi makalah Wali Kota Hasan Karman yang dianggap menyinggung kelompok tertentu.
Kepolisian Resor Kota Singkawang menetapkan tujuh orang yang ditahan saat bentrok di tugu naga sebagai tersangka perusakan dan mengganggu ketertiban umum. Sekelompok massa meminta klarifikasi dari Hasan Karman tentang makalah berjudul "Sekilas Melayu, Asal Usul dan Sejarahnya", yang disampaikan pada sebuah acara 26 Agustus 2008. Salah satu isinya dianggap menyinggung sejarah dan nenek moyang masyarakat tertentu. Mereka kemudian menandatangani pernyataan yang intinya memberi tenggat waktu untuk penyelesaian kasus itu. (source : www.analisadaily.com)
Namun, lanjut dia, isi makalah yang kemudian dianggap menyinggung kelompok tertentu tersebut bukanlah pernyataan pribadi. Menurut dia, kalau ia menyatakan bahwa Melayu perampok, di sebuah seminar dan secara tertulis, maka ia adalah orang yang paling bodoh. Ia mengacu ke sumber tertulis dalam menyusun makalah tersebut. "Bagi yang sudah baca, itu bukan pernyataan pribadi," katanya.
Hasan Karman juga siap mengklarifikasi dengan pihak yang berkeberatan asalkan disampaikan secara elegan. Sedangkan terhadap keberadaan tugu naga di persimpangan Jalan Kepol Mahmud dan Jalan Niaga, ia menegaskan bahwa tidak perlu izin pemerintah daerah. "Itu bukan tempat ibadah, sakral, bukan binatang sesembahan, hanya tugu," kata Hasan Karman.
Namun kalau izin yang dipermasalahkan, ia minta Sekda Kota Singkawang segera menerbitkan secepatnya. Ia berharap, tidak ada yang mempelesetkan segala ucapannya sehingga dapat disalahartikan pihak tertentu. Ia juga siap untuk berkunjung ke Keraton Sambas guna melakukan silaturahim namun belum ditentukan waktunya. Suasana Kota Singkawang, Jumat (28/5) sore, sempat mencekam karena aksi massa menuntut pembongkaran patung naga dan klarifikasi makalah Wali Kota Hasan Karman yang dianggap menyinggung kelompok tertentu.
Kepolisian Resor Kota Singkawang menetapkan tujuh orang yang ditahan saat bentrok di tugu naga sebagai tersangka perusakan dan mengganggu ketertiban umum. Sekelompok massa meminta klarifikasi dari Hasan Karman tentang makalah berjudul "Sekilas Melayu, Asal Usul dan Sejarahnya", yang disampaikan pada sebuah acara 26 Agustus 2008. Salah satu isinya dianggap menyinggung sejarah dan nenek moyang masyarakat tertentu. Mereka kemudian menandatangani pernyataan yang intinya memberi tenggat waktu untuk penyelesaian kasus itu. (source : www.analisadaily.com)